Pages

SBY pun pake Batik....

Presiden menjelaskan mengenakan batik bisa mendorong pertumbuhan bisnis perajinnya, yang juga akan mendorong perekonomian di dalam negeri. “Biar growing batik perajin juga. (Saya) cinta dan pakai (batik),” kata SBY ketika itu.

Tradisi batik tulis

Batik merupakan masyarakat Indonesia yang telah ada sejak nenek moyang

I ♥ BATIK TULIS

Kita sebagai masyarakat Indonesia harus melestarikan tradisi batik tulis agar batik tulis tidak luntur dari kepribadiaan bangsa

Ciri Khas Batik Tulis

Batik tulis mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia

Lestarikan Batik Indonesia

Sebagai bangsa yang berbudaya maka kita sebagai generasi penerus bangsa harus turut melestarikan batik tulis Indonesia

Pages - Menu

Senin, 31 Maret 2014

Mengenal Batik Giriloyo

Asal usul batik tulis Giriloyo konon berawal bersamaan dengan berdirinya makam raja-raja di Imogiri yang terletak di bukit Merak pada tahun 1654. Pada waktu itu, ketika Sultan Agung (cucu Panembahan Senopati) berniat membangun makam, beliau menemukan bukit yang tanahnya berbau harum dan dirasa cocok untuk dibuat makam. Namun, ketika pemakaman sedang dibangun, pamannya yang bernama Panembahan Juminah menyatakan keinginannya untuk turut dimakamkan di tempat itu. Ternyata yang meninggal duluan adalah pamannya. Oleh karena itu, yang pertama kali menempati makam tersebut adalah pamannya dan bukan Sultan Agung. Sultan Agung pun kecewa karena sebagai penguasa atau raja seharusnya yang pertama kali dimakamkan di situ adalah dirinya. Untuk menetralisir kekecewaan, Sultan Agung mengalihkan pembangunan calon makam untuk dirinya di bukit lain yang oleh penduduk setempat dinamakan “Bukit Merak” yang berada di Dusun Pajimatan wilayah Girirejo.
Sejalan dengan berdirinya makam raja-raja di Imogiri ini maka perlu tenaga yang bertanggung jawab untuk memelihara dan menjaganya. Untuk itu, keraton menugaskan abdi dalem yang dikepalai oleh seorang yang berpangkat bupati. Oleh karena banyak abdi dalem yang bertugas memeliharanya, sehingga sering berhubungan dengan keraton, maka kepandaian membatik dengan motif batik halus keraton berkembang di wilayah ini. Kemudian, keterampilan membatik itu diwariskan kepada anak atau cucu perempuannya. Dan turun temurun hingga sekarang

Minggu, 20 Januari 2013

Asal Mula batik Tulis

Kekayaan alam Yogyakarta sangat mempengaruhi terciptanya ragam hias dengan pola-pola yang mengagumkan. Sekalipun ragam hiasnya tercipta dari alat yang sederhana dan proses kerja yang terbatas, namun hasilnya merupakan karya seni yang amat tinggi nilainya. Jadi, kain batik-tulis bukanlah hanya sekedar kain, melainkan telah menjadi suatu bentuk seni yang diangkat dari hasil cipta, rasa dan karsa pembuatnya. Motif-motif ragam hias biasanya dipengaruhi dan erat kaitannya dengan faktor-faktor: (1) letak geografis; (2) kepercayaan dan adat istiadat; (3) keadaan alam sekitarnya termasuk flora dan fauna; dan (4) adanya kontak atau hubungan antardaerah penghasil batik; dan (5) sifat dan tata penghidupan daerah yang bersangkutan.
Dalam Katalog Batik Khas Yogyakarta terbitan Proyek Pengembangan Industri Kecil dan Menengah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (1996), menyebutkan bahwa di Daerah Istimewa Yogyakarta paling tidak memiliki lebih dari 400 motif batik, baik motif klasik maupun modern. Beberapa nama ragam hias atau motif batik Yogyakarta antara lain: Parang, Banji, tumbuh-tumbuhan menjalar, tumbuh-tumbuhan air, bunga, satwa, Sido Asih, Keong Renteng, Sido Mukti, Sido Luhur, Semen Mentul, Sapit Urang, Harjuna Manah, Semen Kuncoro, Sekar Asem, Lung Kangkung, Sekar Keben, Sekar Polo, Grageh Waluh, Wahyu Tumurun, Naga Gini, Sekar Manggis, Truntum, Tambal, Grompol, Ratu Ratih, Semen Roma, Mdau Broto, Semen Gedhang, Jalu Mampang dan lain sebagainya.
Masing-masing motif tersebut memiliki nilai filosofis dan makna sendiri. Adapun makna filosofis dari batik-batik yang dibuat di Giriloyo antara lain: (1) Sido Asih mengandung makna si pemakai apabila hidup berumah tangga selalu penuh dengan kasih sayang; (2) Sido Mukti mengandung makna apabila dipakai pengantin, hidupnya akan selalu dalam kecukupan dan kebahagiaan; (3) Sido Mulyo mengandung makna si pemakai hidupnya akan selalu mulia; (4) Sido Luhur mengandung makna si pemakai akan menjadi orang berpangkat yang berbudi pekerti baik dan luhur; (5) Truntum3 mengandung makna cinta yang bersemi; (6) Grompol artinya kumpul atau bersatu, mengandung makna agar segala sesuatu yang baik bisa terkumpul seperti rejeki, kebahagiaan, keturunan, hidup kekeluargaan yang rukun; (7) Tambal mengandung makna menambah segala sesuatu yang kurang. Apabila kain dengan motif tambal ini digunakan untuk menyelimuti orang yang sakit akan sebuh atau sehat kembali sebab menurut anggapan pada orang sakit itu pasti ada sesuatu yang kurang; (8) Ratu Ratih dan Semen Roma melambangkan kesetiaan seorang isteri; (9) Mdau Bronto melambangkan asmara yang manis bagaikan madu; (10) Semen Gendhang mengandung makna harapan agar pengantin yang mengenakan kain tersebut lekas mendapat momongan.
Motif-motif tersebut dari dahulu hingga sekarang diwariskan secara turun-temurun, sehingga polanya tidak berubah, karena cara memola motif itu sendiri hanya dilakukan oleh orang-orang tertentu, dan tidak setiap pembatik dapat membuat motif sendiri. Orang yang membatik tinggal melaksanakan pola yang telah ditentukan. Jadi, kerajinan batik tulis merupakan suatu pekerjaan yang sifatnya kolektif. Sebagai catatan, para pembatik di Giriloyo khususnya dan Yogyakarta umumnya, seluruhnya dilakukan oleh kaum perempuan baik tua maupun muda. Keahlian membatik tersebut pada umumnya diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi lainnya

Ingin Wisata Di Kampung Batik Giriloyo?

Batik tulis adalah suatu hasil karya yang tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Diberbagai wilayah Indonesia banyak ditemui sentra pengrajin batik, Setiap daerah juga mempunyai keunikan dan kekhasan tersendiri, baik dalam ragam hias maupun tata warnanya. Salah satu daerah itu adalah Kampung Batik Karang / Giriloyo.Karang / Giriloyo adalah sebuah dusun di wilayah Desa Wukirsari, kecamatan Imogiri Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak kurang lebih 17 Km arah selatan kota Yogyakarta . Di Dusun ini banyak pengrajin batik, apalagi pasca gempa bumi 27 mei 2006 banyak LSM yang peduli dan membina sehingga saat ini Giriloyo merupakan Kampung batik yang sangat potensial.
Batik tulis yang di produksi oleh para pengrajin di Giriloyo jika dicermati di dalamnya mengandung nilai-nilai yang pada gilirannya dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan sehari-hari bagi masyarakat pecinta batik. Nilai-nilai itu anara lain, kesakralan, keindahan/seni, ketekunan, ketelitian dan kesabaran. Nilai kesakralan tercermin dalam motif-motif tertentu yang hanya boleh di pakai oleh Sultan dan keluarganya, nilai keindahan tercermin dari motif ragam hiasnya yang dibuat sedemikian rupa sehingga memancarkan keindahan, sedangkan nilai ketekunan , ketelitian dan kesabaran tercermin dari proses pembuatannya yang cukup menyita waktu yang panjang dan lama untuk menghasilkan sebuah batik Tulis yang bagus dan menarik yan disukai oleh banyak orang.
Selain batik tulis ada beragam potensi wisata yan menjadikan Dusun Giriloyo menarik untuk dikunjungi diantaranya karena panorma alam yang cukup asri serta ada Makam Raja-raja Imogiri, Makam Keluarga Sultan Agung yang berada di puncak bukit serta wisata kuliner berbagai makanan tradisional seperti, Pecel Kembang Turi, Thiwul Ayu, serta Wedang Uwuh yang merupakan minuman khas yang dibuat dari rempah-rempah yang memiliki aroma dan rasa yang sangat Istimewa.
Sedangkan wisatawan yang ingin berkunjung ke tempat lain yang satu arah dengan Desa Wisata Giriloyo adalah: Melewati Pasar Seni Gabusan Bantul, Pusat Keramik/Gerabah Kasongan, dan pusat Kerajiana Kulit Manding serta Sentra Kerajinan Wayang kulit di Pucung dan pantai Parangtritis / Pantai Depok juga merupakan satu jalur ke arah Giriloyo.

Kursus Batik Tulis Yogyakarta

Karang kulon / Giriloyo, Wukirsari, Imogiri, Bantul, Yogyakarta selain fokus pada produksi batik tulis kami juga melayani kursus batik tulis dan melayani pendampingan belajar batik bagi anak-anak usia sekolah dari tingkat SD-Mahasiswa serta umum. Baik di tempat kami bisa juga di tempat peserta. Biaya kursus/belajar batik adalah berfariasi, dari Rp. 35.000,- 2.500.000,- tergantung jenis atau kategori kursus yang mana yang mau diambil. Jika peserta hanya ingin sekedar belajar membatik untuk mengisi waktu libur sekolah atau untuk kegiatan ekstra sekolah maka pesera bisa mengambil paket belajar singkat membatik yang kira-kira menghabiskan waktu kurang lebih sekitar 2 jam dengan biaya Rp 35.000.-. Fasilitas yang didapat adalah: kain ukuran 30 x 30 cm, dan kain hasil karya yang telah diproses warna menjadi milik peserta. (minimal 25 peserta). Jika kurang dari 25 peserta dikenakan biaya minimal.
Ada pula paket dengan Rp. 50.000,- dengan fasilitas: Kain,
Lain lagi dengan jika anda memang benar-benar mau belajar dan mendalami batik tulis maka anda bisa mengambil paket 6 x pertemuan//@ 3 jam. dengan biaya Rp. 1.350.000,-

Siswa-siswi SD SMP MAHASISWA belajar Batik

Jumat, 23 November 2012

Pesona Desa Batik Wukirsari Yogyakarta Hp:087839108499 / 087839014094


Wukirsari adalah sebuah desa yang berada disebelah utara kompleks pemakaman Raja-raja (Raja-Raja Keraton Solo dan Jogjakarta. Untuk sampai ke sana tidaklah sulit. Ikuti saja arah jalan menuju kompleks Pemakaman Raja-raja, maka anda akan menemui papan petunjuk ke arah Wukirsari, bahkan untuk sampai kesana anda harus melewati desa tersebut. Jarak tempuhnya kurang lebih 15 Km ke arah selatan Terminal Bus kota Yogyakarta, melalui jalan ber aspal yang bisa memungkinkan untuk dilewati segala macam kendaraan.
Di Wukirsari ada tiga dusun yang merupakan Dusun Batik, yaitu Cengkehan, Giriloyo dan Karang Kulon. Ketiga dusun ini menjadi ciri khas dan pesona desa ini dengan keberadaan produksi batik yang senantiasa menciptakan batik tulis dalam beragam model. Yang menjadikan Batik Tulis Giriloyo menjadi sesuatu yang istiwewa adalah karena motif batik tulis giriloyo adalah warisan dari Kerajaan  Ngajogjokarto Hadiningrat yang dipelihara keasliannya secara turun-tumurun. Tidak sembarang motif melainkan, motif yang menyimpan filosofi yang dalam dan ketinggian makna  etika dan estetika seni Batik Tulis Giriloyo
Produk Wukirsari tersedia dalam berbagai motif dan warna, baik kontemporer maupun klasik. Pewarnaan juga bisa dilakukan dengan warna alami maupun sintetis, yang sudah tentu punya perbedaan dalam proses dan hasil. Produk-produk Wukirsari juga bisa dilakukan atas dasar pesanan sesuai dengan permintaan. Disamping itu batik tulis juga dikerjakan diatas kayu dengan berbagai bentuk, seperti topeng kayu dan souvenir kayu, Gelang, Hiasan DInding, dll. Produk-produk batik tersebut juga bisa dilihat di Pusat Balai Batik ( Gazebo ) milik ketiga dusun.
Selain batik tulis kain beberapa produk wisata juga bisa dijumpai di ketiga dusun, antara lain batik kayu, penyembuhan tradisional Gurah, makanan dan minuman tradisional,  jelajah desa, belajar membatik, Ziarah ke Makam raja-raja Keraton Solo dan Jogjakarta, dan juga Makan Sultan Cirebon. Wisata Batik dan Belajar membatik akan dipandu oleh pebatik tradisional. Nikmati suguhan Pecel Kembang Turi, Thiwul dan wedang uwuh  dapat dinikmati dalam wisata kuliner desa. Wisata desa ditengah hijaunya alam, ziarah pemakaman Giriloyo dan menikmati suasana desa dalam jelajah desa.

Selasa, 23 Oktober 2012

Munculnya Batik Keraton Jogja



Batik berasal dari bahasa Jawa “amba” yang berarti menulis dan “titik”. kata batik merujuk pada kain dengan corak yang dihasilkan oleh bahan “malam” yang diaplikasikan ke atas kain untuk menahan masuknya bahan pewarna. Dari zaman kerajaan Mataram Hindu sampai masuknya agama demi agama ke Pulau Jawa, sejak datangnya para pedagang India, Cina, Arab, yang kemudian disusul oleh para pedagang dari Eropa, sejak berdirinya kerajaan Mataram Islam yang dalam perjalanananannya memunculkan Keraton Yogyakarta dan Surakarta, batik telah hadir dengan corak dan warna yang dapat menggambarkan zaman dan lingkungan yang melahirkan.

Batik secara historis berasal dari zaman nenek moyang yang dikenal sejak abad XVII yang ditulis dan dilukis pada daun lontar. Saat itu motif atau pola batik masih didominasi dengan bentuk binatang dan tanaman. Dalam sejarah perkembangannya batik mengalami perkembangan, yaitu dari corak-corak lukisan binatang dan tanaman lambat laun beralih pada motik abstrak yang menyerupai awan, relief candi, wayang beber dan sebagainya.

Bahan kain putih yang dipergunakan waktu itu adalah hasil tenunan sendiri. Sedang bahan-bahan pewarna yang dipakai terdiri dari tumbuh-tumbuhan asli Indonesia yang dibuat sendiri antara lain dari pohon mengkudu, tinggi, soga, nila dan bahan sodanya dibuat dari soda abu, serta garamnya dibuat dari tanah lumpur.

Kerajinan Batik ini, di Indonesia telah dikenal sejak zaman Kerajaan Majapahit dan terus berkembang hingga kerajaan berikutnya. Adapun mulai meluasnya kesenian batik ini menjadi milik rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad ke XVIII atau awal abad ke XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad ke XX. Dan batik cap dikenal baru setelah usai perang dunia kesatu atau sekitar tahun 1920.

Kesenian batik merupakan kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluarga raja-raja Indonesia zaman dulu. Awalnya batik dikerjakan hanya terbatas dalam keraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga serta para pengikutnya. Oleh karena banyak pengikut raja yang tinggal di luar keraton, maka kesenian batik ini dibawa oleh mereka keluar keraton dan dikerjakan di tempatnya masing-masing.

Sejarah Motif Batik Keraton

Keberadaan batik Yogyakarta tentu saja tidak terlepas dari sejarah berdirinya kerajaan Mataram Islam oleh Panembahan Senopati. Setelah memindahkan pusat kerajaan dari Demak ke Mataram, dia sering bertapa di sepanjang pesisir Pulau Jawa, antara lain Parangkusuma menuju Dlepih Parang Gupito, menelusuri tebing Pegunungan Seribu yang tampak seperti “pereng” atau tebing berbaris. Sebagai raja Jawa yang tentu saja menguasai seni, maka keadaan tempat tersebut mengilhaminya menciptakan pola batik lereng atau parang, yang merupakan ciri ageman (pakaian) Mataram yang berbeda dengan pola batik sebelumnya. Karena penciptanya adalah raja pendiri kerajaan Mataram, maka oleh keturunannya, pola-pola parang tersebut hanya boleh dikenakan oleh raja dan keturunannya di lingkungan istana. Motif larangan tersebut dicanangkan oleh Sultan Hamengku Buwono I pada tahun 1785. Pola batik yang termasuk larangan antara lain : Parang Rusak Barong, Parang Rusak Gendreh, Parang Klithik, Semen Gedhe Sawat Gurdha, Semen Gedhe Sawat lar, Udan liris, Rujak Senthe, serta motif parang-parangan yang ukurannya sama dengan parang rusak.

Semenjak perjanjian Giyanti tahun 1755 yang melahirkan Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta, segala macam tata adibusana termasuk di dalamnya adalah batik, diserahkan sepenuhnya oleh Keraton Surakarta kepada Keraton Yogyakarta. Hal inilah yang kemudian menjadikan keraton Yogyakarta menjadi kiblat perkembangan budaya, termasuk pula khazanah batik. Kalaupun batik di keraton Surakarta mengalami beragam inovasi, namun sebenarnya motif pakemnya tetap bersumber pada motif batik Kraton Yogyakarta.

Batik tradisional di lingkungan Kasultanan Yogyakarta mempunyai ciri khas dalam tampilan warna dasar putih yang mencolok bersih. Pola geometri keraton Kasultanan Yogyakarta sangat khas, besar-besar dan sebagian diantaranya diperkaya dengan parang dan nitik. Sementara itu, batik di Puro Pakualaman merupakan perpaduan atara pola batik Keraton Kasultanan Yogyakarta dan warna batik Keraton Surakarta. Perpaduan ini dimulai sejak adanya hubungan keluarga yang erat antara Puro Pakualaman dengan Keraton Surakarta ketika Sri Paku Alam VII mempersunting putri Sri Susuhunan Pakubuwono X. Putri Keraton Surakarta inilah yang memberi warna dan nuansa Surakarta pada batik Pakualaman, hingga akhirnya terjadi perpaduan keduanya. Dua pola batik yang terkenal dari Puro Pakulaman yakni Pola Candi Baruna yang terkenal sejak sebelum tahun 1920 dan Peksi Manyuro yang merupakan ciptaan RM Notoadisuryo. Sedangkan pola batik Kasultanan yang terkenal antara lain Ceplok Blah Kedaton, Kawung, Tambal Nitik, Parang Barang Bintang Leider dan sebagainya.

Minggu, 07 Oktober 2012

Sejarah Berdiri Batik Tulis Sari Sumekar Yogyakarta Hp.087839108499 / 087839014094

"..Sejarah Batik Sari Sumekar....."
     Sari Sumekar merupakan salah satu kelompok batik yang ada di desa Wukirsari, Imogiri, Bantul. Kegiatan membatik ini diwariskan secara turun temurun sehingga sebagian besar warga Wukirsari bisa membatik. Keistimewaan batik dari daerah ini adalah batik yang dihasilkan adalah batik tulis tangan, sehingga batik yang dihasilkan tersebut terlihat anggun dan elegan. 

   Sari Sumekar terletak di Dusun Karang Kulon, Kelurahan Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul Yogyakarta.Memiliki pondok tepat di sebelah rumah kepala dukuh dusun tersebut.
Kelompok Batik Tulis Sari Sumekar telah berdiri kurang lebih 3 tahun. 
     Terbentuknya kelompok ini karena tersedianya modal dari pemerintah, yaitu pembagian tunjangan kemanusiaan setelah gempa Yogyakarta. Penerimaan bantuan pemerintah tersebut awalnya pada tanggal 23 Oktober 2008 sebesar Rp 9.000.000, yang dijadikan modal awal berdirinya kelompok Batik Tulis Sari Sumekar dengan beranggotakan empat belas orang. 
      Kemudian, karena kelompok ini memiliki laporan keuangan yang baik pada tanggal 08 November 2010 mendapatkan kepercayaan dari pemerintah untuk dapat mengembangkan usanya, dengan pemberian dana kembali sebesar Rp 7.500.000 dan bertambahkan anggota sebanyak sembilan orang. Jadi hingga saat ini jumlah anggota kelompok Batik Tulis Sari Sumekar sebanyak 23 orang.
      Selain dari pemerintah, perusahaan ini juga memperoleh modal dari LSM, Dompet Duafa dan paguyuban. Karena ada modal yang berasal dari paguyuban, maka kelompok batik tulis ini memiliki tanggung jawab untuk melaporkan kegiatan keuangan di Gazebo Giriloyo pada tanggal 2 setiap bulannya.